ucuffucu

ucuffucu
Supriyadi

Selasa, 19 Juli 2011

MEKANISME EKSKRESI DI DALAM HATI, MEKANISME PERNAFASAN PERUT, MEKANISME TERJADINYA KEHAMILAN, MEKANISME TERJADINYA DEMAM

1. MEKANISME EKSRESI DI DALAM HATI PADA MANUSIA










Pada tubuh manusia, hati merupakan kelenjar besar yang memiliki peranan penting dalam sistem organ. Hati terletak pada bagian kanan di atas rongga perut (otot diafragma). Beratnya sekitar 1,5 kg atau 3-5% dari total berat tubuh kita. Pada bagian luar hati terdapat suatu selaput tipis yang dinamakan selaput hati (kapsula hepatis). Darah disuplai ke dalam hati melalui dua pembuluh yaitu arteri hati dan vena porta hepatis. Arteri hati membawa darah dengan kandung an oksigen dari jantung. Sedangkan vena porta membawa darah yang mengandung sari makanan dari usus halus. Selain berperan dalam proses pencernaan makanan, hati juga berfungsi sebagai alat ekskresi. Zat yang dikeluarkan dari hati adalah cairan empedu. Cairan empedu merupakan cairan berwarna hijau kebiruan yang berfungsi dalam mencerna makanan berlemak. ini disimpan dalam suatu bagian yang disebut kantung empedu. Zat-zat yang terkandung dalam cairan empedu yakni garam mineral, pigmen (bilirubin dan biliverdin), kolesterol, fosfolopid, dan air.






Di dalam hati terdapat sel yang berfungsi merombak sel darah merah yang sudah tua dan rusak. Sel yang demikian dinamakan sel histiosit. Sel darah merah yang tua dan rusak di dalam hati sekitar lebih dari 10 juta sel. Dalam proses perombakannya, hemoglobin (Hb) dipecah menjadi zat besi (Fe), hemin, dan globin. Zat besi akan diambil dan di simpan dalam hati, yang selanjutnya dikembalikan ke sumsum tulang sehingga terbentuk eritrosit baru. Globin akan dibentuk menjadi Hb baru. Sementara hemin dipecah menjadi bilirubin dan biliverdin yang berwarna hijau biru. Zat warna empedu dikeluarkan ke usus 12 jari dan dioksidasi menjadi urobilin yang berwarna kuning coklatan. Warna ini akan memberikan warna khas tersendiri pada feses dan urine yang kita keluarkan setiap harinya. Apabila terjadi gangguan, pembuluh empedu dapat mengalami penyumbatan. Penyebabnya adalah adanya pengendapan kolesterol yang membentuk batu empedu. Alhasil, feses yang keluar berwarna cokelat abu-abu. Oleh karena pembuluh empedu mengalami penyumbatan, empedu akan masuk ke dalam peredaran darah, sehingga mengakibatkan darah berwarna kekuning-kuningan. Keadaan demikian lazim dinamakan penyakit kuning. Organ hati dapat pula menghasilkan enzim arginase. Enzim arginase merupakan enzim yang berperan dalam proses penguraian asam amino. Prosesnya dinamakan deaminasi. Asam amino yang diuraikan yakni asam amino arginin menjadi ornitin dan urea. Ornitin akan mengikat amonia dan karbondioksida yang bersifat racun. Selanjutnya ornitin akan dinetralkan dalam hati. Adapun urea akan diserap ginjal untuk dikeluarkan bersama urine. Dengan demikian, dari penjelasan di atas ada beberapa fungsi hati bagi tubuh manusia. Fungsi itu antara lain penyimpan lemak dalam bentuk glikogen, perombak dan pembentuk protein, penawar racun pada makanan, dan perombak sel darah merah.

2. MEKANISME REPRODUKSI PADA MANUSIA

Reproduksi adalah kemampuan makhluk hidup untuk menghasilkan keturunan yang baru. Tujuannya adalah untuk mempertahankan jenisnya dan melestarikan jenis agar tidak punah. Pada manausia untuk mengahasilkanketuruna yang baru diawali dengan peristiwa fertilisasi. Sehingga dengan demikian reproduksi pada manusia dilalkukan dengan cara generative atau sexual.
Untuk dapat mengetahui reproduksi pada manusia , maka harus mengetahui terlebih dahulu organ-organ kelamin yang terlibat serta proses yang berlangsung di dalamnya.

a. PRIA
Organ reproduksi luar terdiri dari :
1. Penis merupakan organ kopulasi yaitu hubungan antara alat kelamin jantan dan betina untuk memindahkan semen ke dalam organ reproduksi betina. Penis diselimuti oleh selaput tipis yang nantinya akan dioperasi pada saat dikhitan/sunat.
2. Scrotum merupakan selaput pembungkus testis yang merupakan pelindung testis serta mengatur suhu yang sesuai bagi spermatozoa.

Organ reproduksi dalam terdiri dari :
1. Testis merupakan kelenjar kelamin yang berjumlah sepasang dan akan menghasilkan sel-sel sperma serta hormone testosterone. Dalam testis banyak terdapat saluran halus yang disebut tubulus seminiferus.
2. Epididimis merupakan saluran panjang yang berkelok yang keluar dai testis. Berfungsi untuk menyimpan sperma sementara dan mematanagkan sperma.
3. Vas deferens merupakan saluran panjang dan lurus yang mengarah ke atas dan berujung di kelenjar prostat. Berfungsi untuk mengangkut sperma menuju vesikula seminalis.
4. Saluran ejakulasi merupakan saluran yang pendek dana menghubungkan vesikula seminalis dengan urethra.
5. Urethra merupakan saluran panjang terusan dari saluran ejakulasi dan terdapat di penis.

Kelenjar pada organ reproduksi pria
1. Vesikula seminalis merupakan tempat untuk menampung sperma sehingga disebut dengan kantung semen, berjumlah sepasang. Menghasilkan getah berwarna kekukingan yang kaya akan nutrisi bagi sperma dan bersifat alkali.Berfungsi untuk menetralkan suasana asam dalam saluran reproduksi wanita.
2. Kelenjar Prostat merupakan kelenjar yang terbesar dan menghasilkan getah putih yang bersifat asam.
3. Kelenjar Cowper’s/Cowpery/Bulbourethra merupakana kelenjar yang menghasilkan getah berupa lender yang bersifat alkali. Berfungsi untuk menetralkan suasana asam dalam saluran urethra.

b. WANITA



Organ reproduksi luar terdiri dari :
1. Vagina merupakan saluran yang menghubungkan organ uterusdengan tubuh bagian luar. Berfungsi sebagai organ kopulasi dan saluran persalinan?keluarnya bayi. Sehingga sering disebut dengan liang peranakan. Di dalam vagina ditemukan selaput dara.
2. Vulva merupakan suatu celah yang terdapat dibagian luar dan terbagi menjadi 2 bagian yaitu :
ü Labium mayor merupakan sepasang bibir besar yang terletak dibagian luas dan membatasi vulva.
ü Labium minor merupakan sepasang bibir kecil yang terletak d bagian dalam dan membatasi vulva
Organ reproduksi dalam terdiri dari :
1. Ovarium merupakan organ utama pada wanita. Berjumlah sepasang dan terletak di dalam tongga perut pada daerah pinggang sebelah kiri dan kanan. Berfungsi untuk menghasilkan sel ovum dan hormone wanita seperti :
ü Estrogen yang berfungsi untuk mempertahankan sifat sekunder pada wanita, serta juga membantu dalam prosers pematangan sel ovum.
ü Progesterone yang berfungsi dalam memelihata masa kehamilan.
2. Fimbriae merupakan serabut/silia lembut yang terdapat di bagian pangkal ovarium berdekatan dengan ujung saluran oviduct. Berfungsi untuk menangkap sel ovum yang telah matang yang dikelurakan oleh ovarium.
3. Infundibulum merupakan bagian ujung oviduct yang berbentuk corong/membesar dan berdekatan dengan fimbriae. Berfungsi menampung sel ovum yang telah ditangkap oleh fimbriae.
4. Tuba fallopi merupakan saluran memanjang setelah infundibulum yang bertugas sebagai tempat fertilisasi dan jalan bagi sel ovum menuju uterus dengan abantuan silia pada dindingnya.
5. Oviduct merupakan saluran panjang kelanjutandari tuba fallopi. Berfungsi sebagai tempat fertilisasi dan jalan bagi sel ovum menuju uterus denga bantuana silia pada dindingnya.
6. Uterus merupakan organ yang berongga dan berotot. Berbentuk sperti buah pir dengan bagian bawah yang mengecil. Berfungsi sebagai tempat pertumbuhan embrio. Tipe uterus pada manusia adalah simpleks yaitu dengan satu ruangan yang hanya untuk satu janin. Uterus mempunyai 3 macam lapisan dinding yaitu :
ü Perimetrium yaitu lapisanyang terluar yang berfungsi sebagai pelindung uterus.
ü Miometrium yaitu lapisan yang kaya akan sel otot dan berfungsi untuk kontraksi dan relaksasi uterus dengan melebar dan kembali ke bentuk semula setiap bulannya.
ü Endometrium merupakan lapisan terdalam yang kaya akan sel darah merah. Bila tidak terjadi pembuahanmaka dinding endometrium inilah yang akan meluruh bersamaan dengan sel ovum matang.
7. Cervix merupakan bagian dasar dari uterus yang bentuknya menyempit sehingga disebut juga sebagai leher rahim. Menghubungkan uterus dengan saluran vagina dan sebagai jalan keluarnya janin dari uterus menuju saluran vagina.
8. Saluran vagina merupakan saluran lanjutan dari cervic dan sampai pada vagina.
9. Klitoris merupakan tonjolan kecil yangt erletak di depan vulva. Sering disebut dengan klentit.




GAMETOGENESIS
Merupakan peristiwa pembentukan sel gamet, baik gamet jantan/sel spermatozoa (spermatogenesis) dan juga gamet betina/sel ovum.
a. Spermatogenesis merupakan proses pembentukan sel spermatozoa. Dibentuk di dalam tubula seminiferus. Dipengaruhi oleh beberapa hormone yaitu :
  1. Hormon FSH yang berfungsi untuk merangsang pembentukan sperma secara langsung. Serta merangsang sel sertoli untuk meghasilkan ABP (Androgen Binding Protein) untuk memacu spermatogonium untuk melakukan spermatogenesis.
  2. Hormon LH yang berfungsi merangsang sel Leydig untuk memperoleh sekresi testosterone (yaitu suatu hormone sex yang penting untuk perkembangan sperma).
Berlangsung selama 74 hari sampai terbentuknya sperma yang fungsional. Sperma ini dapat dihasilkan sepanjang usia. Sehingga tidak ada batasan waktu, kecuali bila terjadi suatu kelainan yang menghambat penghasilan sperma pada pria.

b. Oogenesis merupakan proses pembentukan dan perkembangan sel ovum. Proses oogenensis dipengaruhi oleh beberapa hormon yaitu :
  1. Hormon FSH yang berfungsi untuk merangsang pertumbuhan sel-sel folikel sekitar sel ovum.
  2. Hormon Estrogen yang berfungsi merangsang sekresi hormone LH.
  3. Hormon LH yang berfungsi merangsang terjadinya ovulasi (yaitu proses pematangan sel ovum).
  4. Hormon progesteron yang berfungsi untuk menghambat sekresi FSH dan LH

Selama 28 hari sekali sel ovum dikeluarkan oleh ovarium. Sel telur ini telah matang (mengalami peristiwa ovulasi). Selama hidupnya seorang wanita hanya dapat menghasilkan 400 buah sel ovum setelah masa menopause yaitu berhentinya seorang wanita untuk menghasilkan sel ovum yang matang Karena sudah tidak dihasilkannya hormone, sehingga berhentinya siklus menstruasi sekitra usia 45-50 tahun.

Setelah ovulasi maka sel ovum akan mengalami 2 kemungkinan yaitu :

a. Tidak terjadi fertilisasi maka sel ovum akan mengalami MENSTRUASI yaitu luruhnya sel ovum matang yang tidak dibuahi bersamaan dengan dinding endometrium yang robek. Terjadi secara periodic/sikus. Mempunyai kisaran waktu tiap siklus sekitar 28-35 hari setiap bulannya.
Siklus menstruasi terdiri dari 4 fase yaitu :
  1. Fase Menstruasi yaitu peristiwa luruhnya sel ovum matang yang tidak dibuahi bersamaan dengan dinding endometrium yang robek. Dapat diakbiatkan juga karena berhentinya sekresi hormone estrogen dan progresteron sehingga kandungan hormone dalam darah menjadi tidaka ada.
  2. Fase Proliferasi/fase Folikuler ditandai dengan menurunnya hormone progesteron sehingga memacu kelenjar hipofisis untuk mensekresikan FSH dan merangsang folikel dalam ovarium, serta dapat membuat hormone estrogen diproduksi kembali. Sel folikel berkembang menjadi folikel de Graaf yang masak dan menghasilkan hormone estrogern yang merangsangnya keluarnya LH dari hipofisis. Estrogen dapat menghambat sekersei FSH tetapi dapat memperbaiki dinding endometrium yang robek.

  1. Fase Ovulasi/fase Luteal ditandai dengan sekresi LH yang memacu matangnya sel ovum pada hari ke-14 sesudah mentruasi 1. Sel ovum yang matang akan meninggalkan folikel dan folikel aka mengkerut dan berubah menjadi corpus luteum. Corpus luteum berfungsi untuk menghasilkan hormone progesteron yang berfungsi untuk mempertebal dinding endometrium yang kaya akan pembuluh darah.
  1. Fase pasca ovulasi/fase Sekresi ditandai dengan Corpus luteum yang mengecil dan menghilang dan berubah menjadi Corpus albicans yang berfungsi untuk menghambat sekresi hormone estrogen dan progesteron sehingga hipofisis aktif mensekresikan FSH dan LH. Dengan terhentinya sekresi progesteron maka penebalan dinding endometrium akan terhenti sehingga menyebabkan endometrium mengering dan robek. Terjadilah fase pendarahan/menstruasi.
b. telah matang dan menghasilkan zygote. Zygote akan menempel/implantasi pada dinding uterus dan tumbuh berkembang menjadi embrio dan janin. Keadaan demikian disebut dengan masa kehamilan/gestasi/nidasi. Janin akan keluar dari uterus setelah berusia 40 minggu/288 hari/9 bulan 10 hari. Peristiwa ini disebut dengan kelahiran.
3. MEKANISME PERNAPASAN PERUT
1. Alat dan Saluran Pernafasan
Sistem pernafasan manusia terdiri dari alat pernafasan dan saluran pernafasan. Masing-masing memiliki peranan untuk mendukung sistem pernafasan itu sendiri. Adapun alat dan saluran pernafasan tersebut meliputi:
a. Rongga Hidung (Cavum Nasalis)
Udara dari luar akan masuk lewat rongga hidung (cavum nasalis). Rongga hidung berlapis selaput lendir, di dalamnya terdapat kelenjar minyak (kelenjar sebasea) dan kelenjar keringat (kelenjar sudorifera). Selaput lendir berfungsi menangkap benda asing yang masuk lewat saluran pernapasan. Selain itu, terdapat juga rambut pendek dan tebal yang berfungsi menyaring partikel kotoran yang masuk bersama udara. Juga terdapat konka yang mempunyai banyak kapiler darah yang berfungsi menghangatkan udara yang masuk.


Udara dari rongga hidung masuk ke faring. Faring merupakan percabangan dua saluran, yaitu saluran pernapasan (nasofarings) pada bagian depan dan saluran pencernaan (orofarings) pada bagian belakang. Pada bagian belakang faring (posterior) terdapat laring (tekak) tempat terletaknya pita suara (pita vocalis). Masuknya udara melalui faring akan menyebabkan pita suara bergetar dan terdengar sebagai suara. Makan sambil berbicara dapat mengakibatkan makanan masuk ke saluran pernapasan karena saluran pernapasan pada saat tersebut sedang terbuka. Walaupun demikian, saraf kita akan mengatur agar peristiwa menelan, bernapas, dan berbicara tidak terjadi bersamaan sehingga mengakibatkan gangguan kesehatan.
LARING MANUSIA
LARING MANUSIA
c. Tenggorokan (Trakea)
Tenggorokan berupa pipa yang panjangnya ± 10 cm, terletak sebagian di leher dan sebagian di rongga dada (torak). Dinding tenggorokan tipis dan kaku, dikelilingi oleh cincin tulang rawan, dan pada bagian dalam rongga yang dilapisi epitelium kolumner berlapis semu bersilia. Silia-silia ini berfungsi menyaring benda-benda asing yang masuk ke saluran pernapasan.

d. Paru-Paru (Pulmo)
Paru-paru terletak di dalam rongga dada bagian atas, di bagian samping dibatasi oleh otot dan rusuk dan di bagian bawah dibatasi oleh diafragma yang berotot kuat. Paru-paru ada dua bagian yaitu paru-paru kanan (pulmo dekster) yang terdiri atas 3 lobus dan paru-paru kiri (pulmo sinister) yang terdiri atas 2 lobus. Paru-paru dibungkus oleh dua selaput yang tipis, disebut pleura. Selaput bagian dalam yang langsung menyelaputi paru-paru disebut pleura dalam (pleura visceralis) dan selaput yang menyelaputi rongga dada yang bersebelahan dengan tulang rusuk disebut pleura luar (pleura parietalis).
Antara selaput luar dan selaput dalam terdapat rongga berisi cairan pleura yang berfungsi sebagai pelumas paru-paru. Cairan pleura berasal dari plasma darah yang masuk secara eksudasi. Dinding rongga pleura bersifat permeabel terhadap air dan zat-zat lain. Paru-paru tersusun oleh bronkiolus, alveolus, jaringan elastik, dan pembuluh darah. Paru-paru berstruktur seperti spon yang elastis dengan daerah permukaan dalam yang sangat lebar untuk pertukaran gas.

Tenggorokan (trakea) bercabang menjadi dua bagian, yaitu bronkus kanan dan bronkus kiri. Struktur lapisan mukosa bronkus sama dengan trakea, hanya tulang rawan bronkus bentuknya tidak teratur dan pada bagian bronkus yang lebih besar cincin tulang rawannya melingkari lumen dengan sempurna. Bronkus bercabang-cabang lagi menjadi bronkiolus. Di dalam paru-paru, bronkiolus bercabang-cabang halus dengan diameter ± 1 mm, dindingnya lebih tipis jika dibanding dengan bronkus. Bronkiolus tidak mempunyi tulang rawan, tetapi rongganya masih mempunyai silia dan di bagian ujung mempunyai epitelium kolumner berlapis semu bersilia. Pada bagian distal kemungkinan tidak bersilia. Bronkiolus berakhir pada gugus kantung udara (alveolus). Alveolus terdapat pada ujung akhir bronkiolus berupa kantong kecil yang salah satu sisinya terbuka sehingga menyerupai busa atau mirip sarang tawon. Oleh karena alveolus berselaput tipis dan di situ banyak bermuara kapiler darah maka memungkinkan terjadinya difusi gas pernapasan.
2. Mekanisme Pernafasan


Pernapasan adalah suatu proses yang terjadi secara otomatis walau dalam keadaan tertidur sekalipun karena sistem pernapasan dipengaruhi oleh susunan saraf otonom. Masuk keluarnya udara dalam paru-paru dipengaruhi oleh perbedaan tekanan udara dalam rongga dada dengan tekanan udara di luar tubuh. Jika tekanan di luar rongga dada lebih besar maka udara akan masuk. Sebaliknya, apabila tekanan dalam rongga dada lebih besar maka udara akan keluar. Sehubungan dengan organ yang terlibat dalam pemasukkan udara (inspirasi) dan pengeluaran udara (ekspirasi) maka mekanisme pernapasan dibedakan atas dua macam, yaitu pernapasan dada dan pernapasan perut. Pernapasan dada dan perut terjadi secara bersamaan.
Pernapasan Perut
Pernapasan perut merupakan pernapasan yang mekanismenya melibatkan aktifitas otot-otot diafragma yang membatasi rongga perut dan rongga dada. Mekanisme pernapasan perut dapat dibedakan menjadi dua tahap yakni sebagai berikut.
1. Fase Inspirasi. Pada fase ini otot diafragma berkontraksi sehingga diafragma mendatar, akibatnya rongga dada membesar dan tekanan menjadi kecil sehingga udara luar masuk.
2. Fase Ekspirasi. Fase ekspirasi merupakan fase berelaksasinya otot diafragma (kembali ke posisi semula, mengembang) sehingga rongga dada mengecil dan tekanan menjadi lebih besar, akibatnya udara keluar dari paru-paru.

3. Volume udara pernafasan
Dalam keadaan normal, volume udara paru-paru manusia mencapai 4500 cc. Udara ini dikenal sebagai kapasitas total udara pernapasan manusia. Walaupun demikian, kapasitas vital udara yang digunakan dalam proses bernapas mencapai 3500 cc, yang 1000 cc merupakan sisa udara yang tidak dapat digunakan tetapi senantiasa mengisi bagian paru-paru sebagai residu atau udara sisa. Kapasitas vital adalah jumlah udara maksimun yang dapat dikeluarkan seseorang setelah mengisi paru-parunya secara maksimum.
Dalam keadaaan normal, kegiatan inspirasi dan ekpirasi atau menghirup dan menghembuskan udara dalam bernapas hanya menggunakan sekitar 500 cc volume udara pernapasan (kapasitas tidal = ± 500 cc). Kapasitas tidal adalah jumlah udara yang keluar masuk paru-paru pada pernapasan normal. Dalam keadaan luar biasa, inspirasi maupun ekspirasi dalam menggunakan sekitar 1500 cc udara pernapasan (expiratory reserve volume = inspiratory reserve volume = 1500 cc). Lihat skema udara pernapasan berikut ini.
Udara cadangan inspirasi (1500 mL)
Udara pernapasan biasa (500 mL)
kapasitas total ← (4500 mL) Udara cadangan ekspirasi
(1500 mL) → kapasitas vital
(3500 mL)
Udara sisa (residu) 1000 mL
Dengan demikian, udara yang digunakan dalam proses pernapasan memiliki volume antara 500 cc hingga sekitar 3500 cc. Dari 500 cc udara inspirasi/ekspirasi biasa, hanya sekitar 350 cc udara yang mencapai alveolus, sedangkan sisanya mengisi saluran pernapasan.
4. Pertukaran Udara Pernafasan
Jumlah oksigen yang diambil melalui pernapasan tergantung pada kebutuhan dan biasanya dipengaruhi oleh jenis pekerjaan, ukuran tubuh, serta jumlah maupun jenis bahan makanan. Pekerja-pekerja berat termasuk atlit lebih banyak membutuhkan oksigen dibanding pekerja ringan. Demikian juga seseorang yang memiliki ukuran tubuh lebih besar dengan sendirinya membutuhkan oksigen lebih banyak. Seseorang yang memiliki kebiasaan memakan lebih banyak daging akan membutuhkan lebih banyak oksigen daripada seorang vegetarian.
Kebutuhan oksigen berbanding lurus dengan volume udara inspirasi dan ekspirasi biasa kecuali dalam keadaan tertentu saat konsentrasi oksigen udara inspirasi berkurang atau karena sebab lain, misalnya konsentrasi hemoglobin darah berkurang.
Oksigen yang dibutuhkan berdifusi masuk ke darah dalam kapiler darah yang menyelubungi alveolus. Selanjutnya, sebagian besar oksigen diikat oleh zat warna darah atau pigmen darah (hemoglobin) untuk diangkut ke sel-sel jaringan tubuh. Secara sederhana, pengikatan oksigen oleh hemoglobin dapat diperlihatkan menurut persamaan reaksi bolak-balik berikut ini :
Hb4 + O2 ↔ 4 Hb O2
(oksihemoglobin) berwarna merah jernih
Reaksi di atas dipengaruhi oleh kadar O2, kadar CO2, tekanan O2 (P O2), perbedaan kadar O2 dalam jaringan, dan kadar O2 di udara. Proses difusi oksigen ke dalam arteri demikian juga difusi CO2 dari arteri dipengaruhi oleh tekanan O2 dalam udara inspirasi. Tekanan seluruh udara lingkungan sekitar 1 atmosfir atau 760 mm Hg, sedangkan tekanan O2 di lingkungan sekitar 160 mm Hg. Tekanan oksigen di lingkungan lebih tinggi dari pada tekanan oksigen dalam alveolus paru-paru dan arteri yang hanya 104 mm Hg. Oleh karena itu oksigen dapat masuk ke paru-paru secara difusi.
Dari paru-paru, O2 akan mengalir lewat vena pulmonalis yang tekanan O2 nya 104 mm; menuju ke jantung. Dari jantung O2 mengalir lewat arteri sistemik yang tekanan O2 nya 104 mm hg menuju ke jaringan tubuh yang tekanan O2 nya 0 – 40 mm hg. Di jaringan, O2 ini akan dipergunakan. Dari jaringan CO2 akan mengalir lewat vena sistemik ke jantung. Tekanan CO2 di jaringan di atas 45 mm hg, lebih tinggi Sistem Pernafasan Pada Manusia

4. MEKANISME TERJADINYA DEMAM

Demam atau dalam bahasa medis disebut dengan febris merupakan suatu keadaan dimana terjadi peningkatan suhu tubuh, dimana suhu tersebut melebihi dari suhu tubuh normal.
Mungkin kita bertanya, mengapa suhu tubuh kita meningkat??
Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, ada baiknya kita mencoba melihat kembali dan memahami tentang sistem pengaturan suhu tubuh kita. Suhu tubuh kita diatur oleh sebuah “mesin khusus” pengatur suhu yang terletak di otak tepatnya di bagian hipotalamus tepatnya dibagian pre optik anterior (pre = sebelum, anterior= depan) Hipotalamus sendiri merupakan bagian dari deinsephalon yang merupakan bagian dari otak depan kita (prosencephalon). Hipotalamus dapat dikatakan sebagai mesin pengatur suhu (termostat tubuh) karena disana terdapat reseptor (penangkap, perantara) yang sangat peka terhadap suhu yang lebih dikenal dengan nama termoreseptor (termo = suhu). Dengan adanya termorespetor ini, suhu tubuh dapat senatiasa berada dalam batas normal yakni sesuai dengan suhu inti tubuh. Suhu inti tubuh merupakan pencerminan dari kandungan panas yang ada di dalam tubuh kita. Kandungan panas didapatkan dari pemasukan panas yang berasal dari proses metabolisme makanan yang masuk ke dalam tubuh. Pada umumnya suhu inti berada dalam batas 36,5-37,5°C.
Dalam berbagai aktivitas sehari-hari, tubuh kita juga akan mengelurakan panas misalnya saat berolahraga. Bilamana terjadi pengeluraan panas yang lebih besar dibandingkan dengan pemasukannya, atau sebaliknya maka termostat tubuh itu akan segera bekerja guna menyeimbangkan suhu tubuh inti. Bila pemasukan panas lebih besar daripada pengeluarannya, maka termostat ini akan memerintahkan tubuh kita untuk melepaskan panas tubuh yang berlebih ke lingkungan luar tubuh salah satunya dengan mekanisme berkeringat. Dan bila pengeluaran panas melebihi pemasukan panas, maka termostat ini akan berusaha menyeimbakan suhu tersebut dengan cara memerintahkan otot-otot rangka kita untuk berkontraksi(bergerak) guna menghasilkan panas tubuh. Kontraksi otot-otok rangka ini merupakan mekanisme dari menggigil. Contohnya, seperti saat kita berada di lingkungan pegunungan yang hawanya dingin, tanpa kita sadari tangan dan kaki kita bergemetar (menggigil). Hal ini dimaksudkan agar tubuh kita tetap hangat. Karena dengan menggigil itulah, tubuh kita akan memproduksi panas. Hal diatas tersebut merupakan proses fisiologis (keadaan normal) yang terjadi dalam tubuh kita manakala tubuh kita mengalamiperubahan suhu. Lain halnya bila tubuh mengalami proses patologis (sakit). Proses perubahan suhu yang terjadi saat tubuh dalam keadaan sakit lebih dikarenakan oleh “zat toksis (racun)” yang masuk kedalam tubuh. Umumnya, keadaan sakit terjadi karena adanya proses peradangan (inflamasi) di dalam tubuh. Proses peradangan itu sendiri sebenarnya merupakan mekanisme pertahanan dasar tubuh terhadap adanya serangan yang mengancam keadaan fisiologis tubuh. Proses peradangan diawali dengan masuknya “racun” kedalam tubuh kita. Contoh “racun”yang paling mudah adalah mikroorganisme penyebab sakit. Mikroorganisme (MO) yang masuk ke dalam tubuh umumnya memiliki suatu zat toksin/racun tertentu yang dikenal sebagai pirogen eksogen. Dengan masuknya MO tersebut, tubuh akan berusaha melawan dan mencegahnya yakni dengan memerintahkan “tentara pertahanan tubuh” antara lain berupa leukosit, makrofag, dan limfosit untuk memakannya (fagositosit). Dengan adanya proses fagositosit ini, tentara-tentara tubuh itu akan mengelurkan “senjata” berupa zat kimia yang dikenal sebagai pirogen endogen (khususnya interleukin 1/ IL-1) yang berfungsi sebagai anti infeksi. Pirogen endogen yang keluar, selanjutnya akan merangsang sel-sel endotel hipotalamus (sel penyusun hipotalamus) untuk mengeluarkan suatu substansi yakni asam arakhidonat. Asam arakhidonat bisa keluar dengan adanya bantuan enzim fosfolipase A2. Proses selanjutnya adalah, asam arakhidonat yang dikeluarkan oleh hipotalamus akan pemacu pengeluaran prostaglandin (PGE2). Pengeluaran prostaglandin pun berkat bantuan dan campur tangan dari enzim siklooksigenase (COX). Pengeluaran prostaglandin ternyata akan mempengaruhi kerja dari termostat hipotalamus. Sebagai kompensasinya, hipotalamus selanjutnya akan meningkatkan titik patokan suhu tubuh (di atas suhu normal). Adanya peningkatan titik patakan ini dikarenakan mesin tersebut merasa bahwa suhu tubuh sekarang dibawah batas normal. Akibatnya terjadilah respon dingin/ menggigil. Adanya proses mengigil ini ditujukan utuk menghasilkan panas tubuh yang lebih banyak. Adanya perubahan suhu tubuh di atas normal karena memang “setting” hipotalamus yang mengalami gangguan oleh mekanisme di atas inilah yang disebut dengan demam atau febris. Demam yang tinggi pada nantinya akan menimbulkan manifestasi klinik (akibat) berupa kejang (umumnya dialami oleh bayi atau anak-anak yang disebut dengan kejang demam)

Level Baru Keanekaragaman Genetika ditemukan dalam Barisan RNA Manusia

Minggu, 22 Mei 2011 - Perbandingan detail DNA dan RNA dalam sel manusia telah mengungkapkan sejumlah besar kasus yang berkaitan dengan barisan sesungguhnya tidak identik. Perbedaan RNA-DNA memunculkan protein yang tidak tepat sesuai dengan gen yang menyandikannya.


Penemuan ini diterbutkan tanggal 19 Mei 2011 dalam jurnal Science Express, menyarankan kalau proses seluler yang tidak diketahui bertindak pada RNA untuk membuat barisan yang tidak berupa replika yang eksak dari DNA yang disalinnya. Vivian Cheung, penyelidik dari Howard Hughes Medical Institute yang memimpin studi ini, mengatakan kalau perbedaan RNA-DNA, yang ditemukan pada 27 individu yang barisan genetiknya dianalisa, adalah sumber yang sebelumnya tidak dikenali dari keanekaragaman genetik yang harus dipertimbangkan dalam studi lebih lanjut.
Gen telah lama dipandang sebagai cetak biru genetika semua protein dalam sebuah sel. Untuk menghasilkan sebuah protein, sebuah barisan DNA gen disalin, atau ditranskripsi, menjadi RNA. Salinan RNA tersebut menentukan asam amino mana yang akan disusun untuk membangun protein yang disandikan. “Idenya adalah barisan RNA dan protein hampir identik dengan barisan RNA dan tidak dipertanyakan lagi di masa lalu,” kata Cheung, yang laboratoriumnya berada di University of Pennsylvania School of Medicine.
Dengan kemajuan terbaru dalam teknologi pembarisan, menjadi mungkin untuk melakukan analisa yang dibutuhkan untuk menguji asumsi ini. Dalam studinya, Cheung dan koleganya membandingkan barisan DNA dan RNA dalam sel-sel B (sejenis sel darah putih) dari 27 individu. Barisan DNA yang mereka analisa datang dari proyek-proyek genomik besar berkelanjutan, International HapMap Project dan 1000 Genomes Project. Mereka menggunakan teknologi pembarisan tembus tinggi untuk membariskan RNA dari sel B dari individu yang sama.
Dalam segmen penyandi protein barisan, mereka menemukan 10.210 lokasi dimana barisan RNA tidak sama dengan DNA nya. Mereka menyebut lokasi ini sebagai RNA-DNA Differences atau RDD. Mereka menemukan setidaknya satu lokasi RDD ada dalam sekitar 40 persen gen, dan banyak RDD ini menyebabkan sel menghasilkan barisan protein yang berbeda dari yang diduga berdasarkan pada DNA. Dalam sel-sel yang mereka pelajari, barisan ribuan protein dapat berbeda dari DNA nya, kata para ilmuan. “Penting untuk dicatat kalau karena RDD ini ditemukan dengan hanya 27 individu, mereka umum,” tunjuk Cheung.
Untuk menguji apakah fenomena ini khas sel B, tim ini juga mencari RDD dalam barisan DNA dan RNA di kulit manusia dan sel otak. Mereka menemukan kalau sebagian besar lokasi RDD muncul dalam setidaknya beberapa sampel dari semua tipe sel dan ada dalam sel bayi maupun orang dewasa, menunjukkan kalau RDD bukan karena penuaan atau tahap perkembangan tertentu.
Cheung mengatakan kerancuan RNA-DNA khusus yang mereka temukan tampaknya sistematik. Ada empat basa, atau huruf, yang menyusun sandi DNA: A, T, G, dan C. Ekuivalensi RNA nya adalah A, U, G, dan C. Dalam individu yang memiliki RDD pada lokasi khusus dalam genomnya, basa yang tidak sesuai selalu sama. Dengan kata lain, bila tim ini menemukan sebuah C dalam barisan RNA menggantikan A, semua individu yang memiliki RDD pada daerah ini juga memiliki C dalam barisan RNA mereka – tidak pernah G atau U. “Keseragaman demikian membuat kami yakin kalau ada ‘sandi’ atau ‘panduan’ yang memediasi RDD dan bukan peristiwa acak,” jekas Cheung.
Tahun 1980an, para ilmuan menemukan contoh pertama barisan RNA yang tidak sesuai dengan DNA yang berkaitan. Sekarang, banyak gen manusia dan organisme lain diketahui merupakan target penyuntingan RNA. Contoh penyuntingan RNA yang diketahui adalah yang dimediasi oleh enzim bernama deaminase, yang secara kimia memodifikasi A dan C spesifik dalam barisan RNA, mengubah A menjadi G dan C menjadi U. Cheung mengatakan penyuntingan RNA abnormal pada reseptor glutamat dan serotonin telah berasosiasi dengan gangguan kejiwaan dan hambatan pada obat tertentu dan ini menjadi bukti kalau penyuntingan RNA tradisional sebenarnya kritis untuk merawat fungsi seluler normal.
Hampir separuh RDD yang ditemukan dalam studi ini tidak dapat dijelaskan oleh aktivitas enzim deaminase, menunjukkan kalau proses yang tidak diketahui pasti memodifikasi barisan RNA, baik saat atau setelah transkripsi. Cheung mengatakan kalau ada beberapa kemungkinan. Sebagai contoh, DNA mungkin secara kimia atau struktur dimodifikasi sehingga basa tertentu terlihat berbeda bagi enzim yan menyalin DNA ke RNA, menyebabkan ia memasukkan basa RNA yang salah saat transkripsi. Alternatifnya, RNA yang baru disintesis mungkin terlipat sedemikian hingga mensinyal enzim untuk mengubah basa tertentu menjadi yang lain. Manfaat biologis dari modifikasi ini masih dipelajari, namun karena mereka luas ditemukan dalam berbagai individu dan tipe sel, Cheung dan koleganya menduga mereka punya fungsi khusus.
Walau semua individu yang dianalisa dalam studi ini memiliki RDD dalam jumlah besar, ada keanekaragaman besar dalam RDD spesifik yang ditemukan dalam bahan genetik tiap orang. Keragaman ini tampaknya berperan dalam perbedaan kerentanan terhadap penyakit, kata Cheung. Para ilmuan secara umum mencari perbedaan baris DNA untuk menjelaskan mengapa beberapa orang menjadi lebih rentan terhadap penyakit tertentu, sementara studi RNA dan protein dipandang pada level ekspresi bukan barisan. Namun penyumbang genetik utama banyak penyakit tetap tidak diketahui, dan Cheung mengatakan akan sangat berharga untuk mulai memasukkan barisan RNA dalam studi asosiasi penyakit.
Cheung mencatat kalau analisa timnya tidak akan mungkin tanpa proyek genomik skala besar, yang hingga sekarang masih berfokus pada DNA. “Tanpa proyek genom skala besar ini, kami tidak akan memiliki volume baris DNA untuk dibandingkan dan tidak akan memiliki teknologi yang memungkinkan kami membariskan sampel RNA,” katanya.
“Studi kami memberi dukungan mengapa data skala besar diperlukan. Sebelumnya fokusnya ada pada DNA, sekarang penelitian kami menyarankan kalau barisan RNA juga perlu diperiksa. Eksplorasi data ini, saat dibangun dalam biologi dasar, akan membawa pada penemuan ilmiah yang berguna.”
Sumber berita:
Referensi jurnal:
Mingyao Li, Isabel X. Wang, Yun Li, Alan Bruzel, Allison L. Richards, Jonathan M. Toung, and Vivian G. Cheung. Widespread RNA and DNA Sequence Differences in the Human

Kesalahan dalam Struktur Protein Mencetus Evolusi Kompleksitas Biologis

Kesalahan dalam Struktur Protein Mencetus Evolusi Kompleksitas Biologis

Minggu, 22 Mei 2011 - Protein yang tidak stabil "lebih lengket", lebih mungkin untuk membentuk asosiasi dengan protein lain yang bisa memperkenalkan lebih banyak fleksibilitas dan kompleksitas ke dalam sel.

Lebih dari empat miliar tahun evolusi, tanaman dan hewan bertumbuh jauh lebih kompleks daripada nenek moyang mereka yang bersel tunggal. Namun studi terbaru dalam membandingkan protein-protein yang terbagi di seluruh spesies menemukan bahwa organisme kompleks, termasuk manusia, telah mengakumulasi kelemahan struktural yang sebenarnya mungkin telah melakukan perjalanan panjang dari mikroba ke manusia.
Studi yang dipublikasikan dalam Nature ini menunjukkan bahwa pengenalan acak kesalahan menjadi protein, daripada seleksi alam tradisional, mungkin telah mendorong evolusi kompleksitas biologis. Cacat dalam “pengemasan” protein yang membuat mereka lebih tidak stabil dalam air bisa mempromosikan interaksi protein dan kerja sama tim intraseluler, memperluas kemungkinan kehidupan.
“Semua orang ingin mengatakan evolusi adalah setara dengan seleksi alam dan bahwa hal-hal yang canggih dan kompleks benar-benar terseleksi,” kata rekan penulis studi Ariel Fernández, PhD, sarjana di University of Chicago dan peneliti senior di Institut Matematika Argentina (IAM), Buenos Aires. “Apa yang kami klaim di sini adalah bahwa seleksi tidak efisien menciptakan ceruk atau kesempatan untuk mengembangkan kompleksitas.”
“Ini adalah jembatan baru antara kimia protein dan biologi evolusi,” kata penulis Michael Lynch, PhD, profesor biologi di Indiana University. “Saya berharap ini membuat kita berhenti sejenak dan berpikir tentang bagaimana evolusi beroperasi dalam cara-cara baru yang belum pernah kita pikirkan sebelumnya.”
Ketika mutasi yang sedikit negatif muncul pada suatu spesies dalam populasi yang besar, seperti triliunan organisme bakteri yang bisa mengisi area kecil, mereka dengan cepat dibersihkan oleh kekuatan selektif. Namun ketika sebuah mutasi baru muncul dalam suatu spesies dengan populasi yang relatif kecil, seperti pada mamalia besar dan manusia, seleksi terhadap error justru lebih lambat dan kurang efisien, memungkinkan mutasi menyebar melalui populasi.
Untuk melihat apakah cacat ringan terakumulasi dalam spesies berpopulasi kecil, Fernández dan Lynch membandingkan 100 protein lebih yang terbagi dalam 36 spesies dengan populasi yang berukuran berbeda. Meskipun berbagi, protein “orthologous” identik dalam bentuk dan fungsi, perbedaan genetik mengubahnya dengan cara yang lebih halus.
Fernández dan Lynch berfokus pada cacat desain yang disebut “dehydrons,” situs dimana struktur protein rentan terhadap reaksi kimia dengan air. Protein yang lebih banyak dehydrons cenderung lebih “tidak terlindungi” – tidak stabil dalam lingkungan berair, dan dengan demikian rawan untuk terikat dengan protein lain guna melindungi daerah rawan mereka.
Sebuah analisis komputasi pada 106 protein orthologous mengkonfirmasi hipotesis mereka bahwa protein dari spesies yang berpopulasi lebih kecil ternyata lebih rentan di dalam air. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kesalahan struktural terakumulasi dalam organisme besar seperti manusia karena pergeseran genetik secara acak.
“Kami tidak suka mendengar bahwa struktur kita sebenarnya kacau,” kata Fernandez. “Tapi hal itu memiliki sisi baiknya. Karena kacau, mereka cenderung lebih berpartisipasi dalam kompleks, dan kita memiliki kesempatan yang lebih baik untuk mencapai fungsi yang lebih canggih melalui kerja sama tim. Daripada menjadi penyendiri, protein adalah sebuah tim pemain.”
Pada mereka sendiri, protein-protein yang tidak stabil ini mungkin lebih buruk dalam melakukan tugas selular mereka, mungkin menyebabkan kerusakan pada organisme. Namun protein yang tidak stabil juga “lebih lengket”, lebih mungkin untuk membentuk asosiasi dengan protein lain yang bisa memperkenalkan lebih banyak fleksibilitas dan kompleksitas ke dalam sel. Jika kompleks menciptakan keunggulan bertahan hidup bagi organisme, kekuatan seleksi alam mengambil alih dan menyebarkan kompleks protein baru melalui populasi.
“Ini bukan argumen yang menentang seleksi, ini merupakan argumen untuk mekanisme non-adaptif yang membuka jalur evolusi baru yang tidak pernah ada sebelumnya,” kata Lynch. “Ini adalah trik kecil pertama yang masuk ke dalam baju besi protein yang pada dasarnya membuka lingkungan selektif baru.”
Untuk mengkonfirmasi bahwa akumulasi kelemahan struktural dalam protein mendahului, bukan menghasilkan, pembentukan kompleks, Fernández dan Lynch beralih pada percobaan alami. Beberapa spesies bakteri memiliki dua jenis populasi: komunitas yang hidup di dalam organisme lain dan populasi lebih besar yang hidup bebas di dalam lingkungan. Ketika protein orthologous dibandingkan di antara dua populasi tersebut, pola yang sama muncul – protein dari populasi yang lebih kecil ternyata lebih cacat dibandingkan dari bakteri yang hidup bebas.
Meskipun manfaat ini disengaja, akumulasi kelemahan struktural yang terlalu banyak dapat membahayakan organisme. Ketika protein yang sangat reaktif seperti prion, amiloid-beta, atau tau terlalu lengket, mereka dapat menggumpal ke dalam agregat yang membunuh sel-sel dan menyebabkan penyakit seperti Alzheimer dan ensefalopati.
Implikasi bahwa kompleksitas awalnya muncul karena kecelakaan mungkin bersifat provokatif dalam bidang biologi evolusi, kata para penulis. Penemuan bahwa protein cacat lebih mungkin untuk membentuk kompleks juga dapat merevolusi pertumbuhan bidang bioteknologi, di mana alat-alat evolusi digunakan untuk membuat bahan yang kuat, melakukan perakitan diri, atau pemulihan diri.
“Desain alam sering satu tingkat lebih canggih daripada rekayasa terbaik,” kata Fernandez. “Contoh lainnya: Alam tidak mengubah mesin molekuler, namun entah bagaimana, ia memperbaikinya dengan cara yang halus melalui pembungkusan.”
Penelitian ini didukung oleh National Institutes of Health dan National Science Foundation.

Penciuman Membuat Mamalia Lebih Pintar

Penciuman Membuat Mamalia Lebih Pintar

Jumat, 20 Mei 2011 - Tim riset mengamati bahwa rongga hidung dan area yang terkait penciuman mengalami pembesaran dalam fosil pra-mamalia, bersama dengan area otak yang memproses informasi penciuman.

Para paleontologis telah menemukan bahwa peningkatan indera penciuman mendorong percepatan evolusi otak pada sepupu leluhur mamalia saat ini. Penelitian ini muncul dalam jurnal Science edisi 20 Mei 2011.
Temuan ini mungkin membantu menjelaskan mengapa otak mamalia berevolusi menjadi besar dan kompleks, yang dalam beberapa kasus menggelembung 10 kali lebih besar dari ukuran tubuh relatif. Dengan merekonstruksi fosil-fosil dua mamalia dari Awal Periode Jurassic – Morganuocodon dan Hadrocodium – para penulis memberikan bukti baru bahwa otak mamalia berkembang dalam tiga tahap utama: pertama dengan perbaikan pada indera penciuman; berikutnya dengan peningkatan sentuhan atau sensitivitas sentuhan pada rambut tubuh, dan ketiga dengan meningkatkan koordinasi neuromuskular atau kemampuan untuk menghasilkan gerakan otot yang terampil dengan menggunakan indera.

CT scan dari otak sejenis tupai berekor pendek modern (kiri atas) dan Hadrocodium (kanan bawah) melalui belahan tengkorak. Buli pencium berada di depan otak. (Kredit: Matt Colbert, Univ of Texas at Austin)
“Sekarang kami memiliki gagasan yang jauh lebih baik tentang urutan peristiwa historis dan kepentingan relatif sistem sensorik yang berbeda dalam evolusi awal mamalia. Ini melukiskan gambaran yang lebih jelas tentang seperti apakah leluhur mamalia dan bagaimana mereka berperilaku, serta leluhur kita sendiri,” kata pemimpin penulis Tim Rowe, Direktur Vertebrate Paleontology Laboratory di University of Texas di Austin.
Penelitian ini menggunakan teknik pencitraan medis yang disebut tomografi sinar-X atau CT untuk merekonstruksi cetakan otak atau endocast fosil berusia 190 juta tahun, Morganuocodon dan Hadrocodium, dari Cina. Makhluk kecil seperti tikus kesturi ini dianggap prekursor bagi keberadaan mamalia atau “pra-mamalia. Sebuah endocast otak merupakan cetakan ruang atau rongga yang terbungkus di dalam otak. Endocast otak yang digunakan dalam penelitian ini secara alami terjadi melalui fosilisasi.

Rekontruksi Hadrocodium wui, mamalia kecil yang hanya berukuran penjepit kertas. (Kredit: Mark A. Klinger, Carnegie Museum of Natural History)
Teknologi CT sangat diperlukan untuk menganalisis fosil rapuh karena memungkinkan para peneliti untuk membuat gambaran fosil rongga otak tiga-dimensi yang tepat tanpa harus menghancurkan fosil dalam rangka untuk mengekspos endocast tersebut.
Tim Rowe menghabiskan beberapa tahun untuk memindai lebih dari selusin endocast otak pra-mamalia di High-Resolution X-ray Computed Tomography Facility, University of Texas di Austin. Pemindaian ini diarsipkan secara online dan tersedia secara gratis di www.digimorph.org.
Gambar tiga dimensi menyediakan pandangan dalam otak dan rongga hidung fosil yang diperbesar. Tim riset mengamati bahwa rongga hidung dan area yang terkait penciuman mengalami pembesaran dalam fosil pra-mamalia, bersama dengan area otak yang memproses informasi penciuman. Kedua karakteristik ini mengindikasikan adanya peningkatan indera penciuman pada pra-mamalia.

Fosil tengkorak Hadrocodium wui. (Kredit: Klinger dan Luo, Carnegie Museum of Natural History)
Penelitian ini juga melihat pengaruh perkembangan rambut tubuh pada ukuran otak. Para penulis berspekulasi bahwa mamalia berbulu awal dengan cepat mengembangkan indera sentuhan yang tajam atau kepekaan sentuhan, bersama dengan meningkatnya koordinasi motorik.
Tidak saja digunakan untuk kehangatan, rambut tubuh awalnya juga menjabat sebagai pengawas lalu lintas udara kecil, yang memungkinkan pra-mamalia menelusuri celah-celah kecil dan menghindari kerugian. Kepekaan taktil yang meningkat ini akhirnya mengarah pada pembentukan bidang sensori yang rumit dalam neokorteks otak mamalia.
Karena neokorteks terlibat dalam tugas-tugas seperti persepsi indera dan generasi perintah motor, perbaikan dalam fungsinya cenderung mengarah pada fine-tuning motorik halus mamalia awal serta koordinasi neuromuskular. Pada kedua fosil ini, ukuran otak kecil (daerah otak yang bertanggung jawab untuk integrasi sensorik-motorik) bertumbuh begitu besar, mulai meriak lebih ke dalam lipatan; peningkatan ukuran ini mendukung gagasan bahwa mamalia awal mengembangkan kemajuan koordinasi neuromuskular.
Dengan membandingkan endocast otak mamalia dengan fosil kelompok lain, seperti reptil primitif yang disebut cynodonts, hal ini mengungkapkan bahwa otak Morganuocodon dan Hadrocodium hampir 50 persen lebih besar dari otak prekursor mamalia. Secara keseluruhan, hasil petunjuk bahwa kemampuan mengeksploitasi dunia informasi didominasi oleh penciuman membuat mamalia awal sangat berbeda dari kerabat terdekat mereka yang punah.
“Sekarang kami memiliki gambaran umum mengenai otak pada leluhur mamalia, kami berencana mengeksplorasi urutan diversifikasi otak dan sistem sensor sebagaimana mamalia berevolusi dan beragam. Hal ini akan membuka rahasia baru tentang bagaimana otak besar dan adaptasi sensorik ekstrim berevolusi pada mamalia, Seperti electroreception pada platypus, serta sonar pada ikan paus dan kelelawar. Semua ini sangat menarik!” kata Rowe.
Penelitian ini didanai oleh National Science Foundation, University Of Texas Jackson School Of Geosciences, dan Yayasan Ilmu Alam Nasional Cina.